CERPEN: 17 Juli 1980 di Kampus Bulaksumur

KAMPUS Bulaksumur, 17 Juli 1980. Sesudah puas membaca beberapa buku di perpustakaan, perut terasa lapar. Siang itupun saya menuju ke kantin. Hampir penuh pengunjung. Untung masih ada tempat kosong. Sayapun duduk dan pesan makanan.

Sambil menunggu makanan, saya buka-buka buku yang baru saya pinjam dari perpustakaan. Buku tentang ilmu logika berjudul “1000 Cara Berlogika yang Benar”. Maklum, saat itu saya kuliah di Fakultas Filsafat.

-“Maaf,Mas…tempatnya kosong?”, tiba-tiba ada dua orang mahasiswi bertanya.

-“O,iya…silahkan”. Saya memaklumi, tempat sudah penuh. Kedua mahasiswi itupun duduk dan memesan makanan. Saya tetap membuka-buka buku.

-“Kuliah di Fakultas Filsafat, ya Mas?”, tanya mahasiswi yang mengenakan baju warna ungu muda.

-“O, iya…”, saya menjawab singkat. Secara sekilas saya lihat mahasiswi itu boleh juga. Putih dan cantik.

Bisa ditebak, akhirnya saya mengobrol akrab sekali. Mahasiswi itu kuliah di Fakultas Psikologi. Demikian juga temannya. Nama mahasiswi itu Puspita. Nama lengkapnya saya lupa.

Seperti di sinetron, maka peristiwa berikutnya bisa ditebak. Saya sering datang ke tempat kosnya di Jl. Kaliurang dan kadang-kadang dia juga datang ke tempat kos saya di Jl. Sosrokusuman.

Bulan-buan berikutnya hampir semua tempat rekreasi sudah pernah kami kunjungi. Mulai dari candi Borobudur, candi Prambanan, pantai Kaliurang, Pantai Samas, dll.

Tanpa terasa, kami berpacaran cukup lama. Kamipun diwisuda pada hari yang sama.

Tapi, sesudah itu saya tidak pernah bertemu lagi. Tempat kosnya kosong. Pembantu di kamar kos bilang Puspita sudah tidak kos di situ. Sudah pindah ke Bandung.

Sakit rasanya hati saya. Kenapa Puspita tidak pernah berbicara sebelumnya?. Pacaran macam apa ini? Serius atau main-main? Sungguh, sulit dimengerti. Teman-temannya juga tidak ada yang tahu alamat Puspita di Bandung.

Di tempat kos saya termenung sedih. Setumpuk foto Puspita masih tersimpan di album. Begitu juga surat-suratnya masih tersimpan rapi. Tapi,ah…sudahlah. Buat apa dipikirkan, toh dia sudah melupakan saya.

Tiga hari kemudian sayapun kembali ke Jakarta untuk meneruskan perkuliahan. Maklum, saat itu saya kuliah dibeberapa kampus, ya di Yogya ya di Jakarta.

17 Juli 2007. saya dapat undangan dari bekas teman kuliah. Darsono namanya. Dia akan menikahkan anaknya pada 18 Juli 2007. Namun sehari sebelumnya saya sudah berada di Yogya. Menginap di Hotel Maerakaca. Oh, hotel itu masih seperti dulu.

Karena tidak ada acara, maka siangnya saya bernostalgia ke Kampus UGM Bulaksumur. Oh, juga masih seperti dulu. Perpustakaannyapun masih seperti dulu.

Sayapun menuju kantin.Oh, masih seperti dulu. Tanpa terasa, 27 tahun yang lalu saya pernah duduk di kantin itu. Kursi yang diduduki Puspita juga masih seperti dulu. Sayapun memesan makanan. Tanpa terasa, hati terasa haru mengingat kenangan masa lalu.

-“Maaf,Om…kursinya kosong?”. Tiba-tiba ada dua orang mahasiswi bertanya. Siang itu kantin memang cukup penuh.

-“Oh, ya,ya…silahkan duduk…”

Kedua mahasiswi itupun duduk di depan saya. Terkesiap saya melihat wajah mahasiswi itu. Bermimpikah saya? Ataukah hanya kebetulan saja? Mahasiswi itu mirip sekali dengan Puspita. Bahkan, dia juga mengenakan baju berwarna ungu muda seperti baju yang pernah dipakai Puspita 27 tahun yang lalu.

-“Om, dosen di sini?”, tanya mahasiswi itu.

-“Oh,tidak..tidak. Dulu saya pernah kuliah di sini,”

Lucunya, mahasiswi itupun kuliah di Fakultas Psikologi. Kebetulankah? Dulu saya bertemu Puspita pada 17 Juli 1980. Puspita berbaju ungu muda. Kuliah di Fakultas Psikologi. Hari itu 17 Juli 2007, saya mengalami peristiwa yang sama. Kebetulankah?

-“Kenapa kok memilih Fakultas Psikologi?”, saya bertanya

Mahasiswi yang cantik itupun menjawab.

-“Ya, mama dulu juga kuliah di sini. Saya jadi ingin mengikuti jejak mama”

-“Siapa nama mama?”. Saya bertanya. Jangan-jangan mahasiswi ini anak Puspita.

Ternyata benar. Mahasiswi itu anak keempat Puspita.

Saya lihat mahasiswi itu mengenakan kalung seperti yang pernah saya berikan ke Puspita.

-“Maaf, boleh lihat sebentar kalungmu?”

-“O, boleh Om. Memangnya ada apa?”

Sesudah saya perhatikan, ternyata benar. Di kalung itu ada nama saya dan nama Puspita. Kalung itu merupakan hadiah ulang tahun untuk Puspita.

Saya menunjukkan nama saya yang ada di kalung itu ke mahasiswi yang bernama Prima itu.

-“Ini nama saya. Dulu saya pernah kuliah di sini. Mamamu dulu pernah pacaran dengan saya”. Sayapun menceritakan masa-masa lalu yang indah.

-“Bagaimana kabar mama sekarang?”

Mahasiswi itu terdiam. Matanya berkaca-kaca.

“Mama telah meninggal,Om. Karena sakit.Tiga tahun yang lalu…”

Sumber foto: bisnis-ugm-ikangfawzi.blogspot.com

 

Hariyanto Imadha

Penulis cerpen

Sejak 1973