CERPEN: Misteri Tragedi Conoco Offshore Cirebon

SELESAI wisuda Akademi Bahasa Asing “Jakarta” (ABAJ) di Kebayoran Inn, saya dan teman-teman masih tetap berkumpul. Yaitu, meneruskan arisan persahabatan yang sudah dimulai sejak masih berstatus mahasiswa ABAJ tersebut.

Lulus 1980, salah seorang sahabat baik saya yang lulus cum laude, langsung diterima di Conoco Oil Company. Maklum, dia cerdas, jujur dan bahasa Inggerisnya bagus sekali. Pergaulannya juga baik. Sebagai seorang Kristiani, dia juga aktif ke gereja. Juga, pernah menjadi Ketua Senat ABAJ.walaupun dia WNI Keturunan Cina, namun dia benar-benar berjiwa nasionalis. namanya, Darmawan Sulyanto. Biasa dipanggil Iwan.

Anggota arisan sekitar 25 alumni. Antara lain Armi Helena Nasution, Inggah Silanawati, Puri Yulianti, Monalisa, Hetty Hutauruk, Widhianto, saya dan beberapa sahabat baik lainnya. Semuanya tergolong disiplin dalam kegiatan arisan.

“Bulan depan arisan di rumah saya ya?” ujar Iwan ketika penarikan arisan saat itu jatuh pada namanya. Artinya, arisan berikutnya harus diadakan di rumahnya. Dan itu terjadi sebulan kemudian, yaitu di Jl. Cilandak, Jakarta Selatan.

Saat itu saya yang pertama kali datang.

“Iwan, kok kamu berpakaian putih-putih? Memangnya mau upacara di mana?” canda saya seperti biasa. Saya lihat Iwan memakai baju putih, celana putih, kaos kaki putih dan sepatu olah raga putih.

“Ha ha ha…..Kebetulan saja warnanya putih. Tidak saya rencanakan,kok. Kebetulan pakaian lainnya sedang dicuci…,” santai jawaban Ian yang berkulit putih dan bermata sipit itu.

Tak lama kemudian, satu persatu teman-temanpun berdatangan. Semua memberi komentar yang sama terhadap Iwan yang berpakaian serba putih itu. Mereka menganggap Iwan akan melakukan upacara. Tentu saaja Iwan tertawa saja diledekin seperti itu. Selama ini saya belum pernah melihat Iwan marah. Selalu senyum ramah. rasa-rasanya dia tak pernah sakit hati ataupun bersedih. Selalu ceria.

Namun, satu bulan kemudian saya mendapat telepon dari Armi. Saat itu saya kos di Jl. Antene, Radio Dalam. Rumah John Simamora.

“Harry, sudah dengar kabar?” suara Armi di telepon.

“Apa itu?”

“Iwan,Harry,” katanya lagi.Cuma sepotong-sepotong.

“Iwan kenapa?” saya penasaran.

“Saya dapat telepon dari Dewi, adik Iwan. katanya Iwan meninggal karena kebakaran di tempat kerjanya. Di Conoco offshore Cirebon….,” Armi memberikan informasi agak lengkap.

“Astaga…!” saya terkejut mendengar itu. Setelah berbicara secukupnya dengan Armi, saya langsung menelepon ke Dewi untuk mencek kebenaran informasi itu. Iseng-iseng saya membeli Harian Kompas. Ternyata di harian itu jelas tertulis berita tentang kebakaran di Conoco Ofshore Cirebon. Bahkan disebutkan dengan jelas Iwan adalah satu-satunya kurban dalam peristiwa kebakaran di lepas pantai itu.

Dengan mengendarai motor, saya langsung tancap gas ke rumah Iwan di Jl. Cilandak. Saya disambut ayah, ibu dan Dewi dengan tangis haru. Katanya, jenasah Iwan tidak ditemukan.

“Oh, my God!,” seru saya. Betapa buruk berita iitu, jenasah Iwan yang tercebur ke laut tidak ditemukan. Sejak hari itu segala upaya diusahakan untuk mencari jenasah almarhum. Pihak Conoco, pihak keluarga dan pihak masyarakat pesisir pantai, termasuk para nelayan turut membantu. bahkan tim SAR juga turut membantu. Karena berhari-hari tidak ditemukan, maka coba-coba menggunakan tenaga paranormal. katanya, beberapa hari lagi akan ditemukan.

Benar saja, menurut info yang saya dapat, jenasah Iwan ditemukan masyarakat . Terdampar di pantai. Kakinya tidak utuh. Ada kemungkinan dimakan binatang laut. Jenasah kemudian dikirim ke Jakarta dan langsung ke rumah ayahnya di Jl. Cilandak.

Satu dua hari kemudian, jenasahpun dimakamkan di Taman Makam Umum di Kavveling Kristen di Tanah Kusir. Sebuah acara yang sangat mengharukan. sayapun turut bersediih karena kehilangan sahabat terbaik saya. sahabat yang cerdas. Teman diskusi yang menarik. Kini telah tiada.

Bulan berikutnya, acara arisan ttetap berjalan. Ngobrol sana ngobrol sini. Akhirnya soal meninggalnya Iwanpun menjadi bahan bahasan.

“Rasa-rasanya ada yang mistyerius deh kematian Iwan,” Armi membuka pembicaraan.

“Misteriusnya di mana?” tanya Inggah Silanawati.

“Menurut informasi yang saya teriima. Ada empat kejanggalan. Pertama, Iwan bukan perokok. Kenapa dikabarkan saat itu Iwan merokok? Padahal, merokok di offshore merupakan larangan keras.Kita tahu bahwa Iwan iitu sangat disiplin. Kedua, kenapa saat kebakaran, sirene kebakaran tidak berbunyi? Ketiga, kenapa Iwan satu-satunya yang tidak mendapatkan jaket pelampung? Keempat, kenapa saat kejadian, Iwan satu-satunya yang berada di tempat kebakaran itu?

Saya dan teman-teman menggeleng-gelengkan kepala tanda heran. Misteri-misteri itu coba kita bahas untuk mencari alternatif jawabannya. Namun, sangat sulit menemukan jawaban yang benar-benar masuk akal. Adakah unsur kesengajaan? Adakah unsur iri mengingat Iwan merupakan karyawan Conoco yang paling disayang boss-nya? Dan masih ada pertanyaan-pertanyaan yang tidak bisa ditemukan jawabannya dengan jelas.

Peristiwa itu sudah lama terjadi. Tanggal, bulan tahunnya saya lupa. Namun sekitar 1980-an. Sebab, Iwan bekerja sesudah diwisuda. Sedangkan wisuda dilakukan pada 1980. Artinya, peristiwa itu sudah 30 tahun berlalu. namun, misteri-misteri tragedi Conoco offshore Cirebon belum ditemukan jawabannya.

Akhirnya saya pasrah. hanya Tuhan yang tahu, apa yang sebenarnya terjadi saat kebakaran di lepas pantai itu. Hanya Tuhan yang bisa menjawab misteri-misteri itu. Sesungguhnya, kematian adalah merupakan rahasia Tuhan. Kehidupan memang kadang-kadang diliputi misteri.

Hikmah yang bisa saya petik yaitu, betapa pentingnya kiita selalu memperhatikan segala kemungkinan dan semua kemungkinan. Terutama orang-orang yang ada di sekitar kita. Tidak semuanya baik. bahkan ada yang pura-pura baik. Betapa perlunya mengantisipasi semua kejaadian: penipuan, perampokan, pengeroyokan, fitnah, kebakaran dan kejadian-kejadian lain yang sangat memungkinkan terjadi.

Kehidupan bukanlah matematika.Kehidupan adalah gabungan antara kenyataan dan misteri. Semoga, suatu saat nanti, misteri Conoco offshore Cirebon akan terjawab.

“Selamat jalan Iwan,” ucap saya sambil meninggalkan makam almarhum Iwan di Tanah Kusir.

Catatan:

Cerpen ini diilhami kejadian yang sesungguhnya.Maaf, jika ada salah tulis nama atau kejadian. Maklum, info itu saya terima dari banyak sumber.

 

Sumber foto: id.wikipedia.org dan koleksi pribadi

 

Hariyanto Imadha

Facebooker/Bloogger