CERPEN: Oh, Angie…!!!

DULU, zaman saya kuliah di Fakultas MIPA, Universitas Terbuka, tepatnya kegiatan tutorial yang diselenggarakan di Kampus ASMI, saya sempat berkenalan dengan seorang mahasiswi. namanya Angie Sondawati. Cantik, putih, seksi, murah senyum, tetapi agak sombong. Justru, sikap sombongnya itu yang membuat saya penasaran.

“Angie, bagaimana kalau kita bentuk kelompok belajar?” ajak saya ke Angie yang saat itu berdiri di ruang tutorial. maklum, tutorial belum waktunya.
“Ah, kapan-kapan sajalah kita pikirkan. Bulan ini saya masih sibuk mempersiapkan reuni SMA saya…” ujarnya.

Begitulah, kalau saya ajak ini saya ajak itu selalu mengelak. Namun karena saya naksir berat, tentu saya tidak akan menyerah begitu saja. Satu bulan, dua bulan, saya tetap gagal. bahkan, ketika saya datang ke rumahnya, dengan diplomatis saya diusirnya.

“Wah, maaf,ya. Kebetulan sore ini saya mau ke rumah tante saya,” katanya saat itu. sayapun pura-pura pulang. namun dari kejauhan saya menunggu melihat benar tidaknya ucapannya. Ternyata, sampai dua jam dia tak keluar juga dari rumahnya. Berarti, dia bohong.

Saya juga heran, buat apa saya ngejar-ngejar cewek macam dia. Bukankah di Fakultas MIPA UT banyak mahasiswi cantik? Ya, iyalah. Tapi, masalahnya saya terlanjur cinta ke Angie.

“Buat apa sih ngejar-ngejar Angie? Lihat tuh, ada Maya, ada Sonya ada Laura. Mereka kan cantik dan masih jomblo. Kenapa nggak ngejar mereka saja?” kata Wibowo teman satu kampus. Saya cuma diam saja. Memang sih, nasehat mereka cukup rasional. Tapi, masalahnya, saya sudah terlanjur tergila-gila ke Angie.

Namun akhirnya, Angie mau juga bergabung untuk membentuk kelompok belajar. Anggotanya sepuluh orang. Yaitu, saya, Angie, Darsono, Ike, Laura, Slamet, Joddie, Agoes, Randha dan Blondie.

Tempat belajar bersama digilir. Kebetulan hari pertama di rumah Angie. Wah, rumah Angie di kawasan Perumahan Sunter Hijau Permai, Tanjung Priok, mewah juga, ya. Di garasinya ada sebuah Mercy dan sebuah BMW keluaran tahun baru. Juga, ada tiga buah motor. Semuanya masih baru.

Belajar berikutnya di rumah saya di kawasan Cempaka Putih. Rumah saya memang cukup sederhana saja. dan Angie juga datang memakai BMW-nya. Mungkin, melihat rumah saya sederhana, diapun tidak lama. Terus pamit pulang. Alasannya, sakit perut. Huh! Saya tahu, itu cuma alasan saja. Tetapi, tak apalah. Suatu saat saya harus bisa menundukkan hatinya. Percuma saya jadi cowok.

Hari demi hari bulan demi bulan. Dugaan saya benar. Akhirnya Angie “klepek-klepek” juga. Apalagi  dia sering bertanya ke beberapa matakuliah tertemtu yang dia tak begitu faham. Meskipun demikian, saya tak buru-buru merasa “ge-er”. Saya masih melihat situasi. Apalagi, Angie terlihat sekali masih memperlakukan sebagai seorang sahabat, walaupun ada sinyal-sinyal lebih dari itu.

Langkah maju, hari-hari berikutnya Angie sering datang ke rumah saya membawa BMW-nya dan meminta saya menemaninya ke mal untuk belanja ini belanja itu. Dan kadang-kadang saya yang harus membawakan barang-barang yang dibelinya. Wah, saya kok merasa jadi kacungnya. Tapi, tak apalah. Demi cinta, apapun akan saya lakukan demi Angie.

Liburan semesterpun tiba. Ikatan Mahasiswa FMIPA UT punya rencana untuk mengadakan rekreasi ke Cibodas. Kebetulan saat itu saya ditunjuk sebagai ketua dan Angie sebagai bendahari. Jadwal kegiatanpun sudah tersusun secara rapi. Tiap bulan pasti ada kesibukan. Untuk kas organisasi, tiap bulan tiap anggota iuran Rp 25.000. Total saat itu ada 100 mahasiswa. Jadi, tiap bulan terkumpul Rp 2.500.000. Cukup besar untuk ukuran tahun itu.

Saat rektreasi ke Cibodaspun tiba. saya akan memanfaatkan sebaik-baiknya acara tersebut untuk menyatakan cinta. Persiapan rekreasi cukup sempurna. Dua buah bus Big Bird full AC telah siap di Kampus ASMI. Konsumsi juga sudah siap. Seksi acara untuk tiap bus juga siap. Alat-alat musik berupa gitar, seruling, harmonika dan lain-lain juga siap. Semua peserta memakai T-Shirt berwarna merah dengan logo FMIPA-UT. Dananya diambil dari iuran bulanan.

Masalahnya adalah, selama dalam perjalanan, saya tidak satu bus dengan Angie, tetapi justru duduk di samping Laura, yang cantik juga. Celakanya, selama dalam perjalanan, cara bicara Laura bernada menggoda dan merayu saya.

“Kok, nggak satu bus sama Angie?” ujar Laura.
“Enggaklah. Saya bagian bus pertama ini. Angie mengawasi bus kedua,” begitu alasan saya.

Begitu bus keluar meninggalkan kota Jakarta, teman-teman yang membawa alat-alat musikpun mulai beraksi. Satu lagu demi satu lagu dinyanyikan bersama-sama dengan semua peserta rekreasi yang ada di dalam bus.

Akhirnya, tak terasa sudah sampai di Cibodas. Sekitar 100 mahasiswa berkumpul di lapangan terbuka. Membuat sebuah lingkaran besar. Acara demi acarapun dimulai. Saat itu Angie duduk di rumput dekat saya. Saat itulah, saya menyatakan cinta.

“Nggak menyesal punya pacar saya?” Angie menatap mata saya.
“Tal ada kata menyesal dalam kamus kehidupan saya”
“Sungguh?”
“Demi Tuhan…”

Percakapan itu singkat, tetapi cukup jelas. Apalagi ketika Angie saya cium pipinya, dia diam saja. pasrah. namun, selanjutnya kami berduapun harus ikut serta dalam acara-acara saat itu.

Hari-hari selanjutnya, di mana ada Angie, pasti ada saya. Semua teman-teman sefakultaspun tahu kalau Angie adalah pacar saya. hanya Laura saja yang sering menggoda saya.

Satu bulan kemudian, rapat pertanggungjawaban keuangan rekreasipun dilakukan. sayang, Angie ttidak datang. Tapi, untunglah ada laura yang kebetulan menjadi wakil bendahara. Semua laporan keuangan dan bukti-bukti juga dibawa Laura.

hasil rapat memang cukup mengejutkan. Ada selisih Rp 2 juta yang tidak jelas ke mana larinya uang itu. Apalagi ketika Randha, wakil bendahara Ikatan mahasiswa FMIPA-UT juga melaporkan keuangan organisasi. katanya ada uang sekitar Rp 3 juta yang tidak jelas untuk apa. Padahal, rapat tersebut sebenarnya rapat panitia rekreasi, bukan rapat ikatan mahasiswa. namun sulit dihindarkan karena Angie di samping bendahara ikatan alumni, juga bendahara panitia rekreasi.

“Semua yang memegang uangnya Angie. Saya cuma bagian pembukuan dan bukti-bukti,” begitu ucapan Randha dan Laura hampir bersamaan. Rapatpun menjadi semakin panas.

Sayapun terkejut ketika Laura yang duduk di dekat saya berkata lirih.
“Kenapa sih, Angie ditunjuk sebagai bendahara. Dia itu sejak SMA memang suka korupsi”
“Kok, tahu?”
“Saya kan teman Angie sewaktu masih di SMA,” laurapun bercerita singkat tentang pengalamannya sewaktu di SMA bahwa Angie memang suka korupsi. bahkan, sempat akan dukeluarkan oleh pihak sekolah. Untunglah, Angie mau mengembalikan semua uang OSIS SMA yang dikorupsinya.

Begitulah. Hari-hari selanjutnya panitia rekreasi dan pengurus ikatan mahasiswapun mendatangi rumah Angie untuk meminta semua uang mahasiswa yang dipegangnya. Namun, Angie menolaknya dengan alasan semua pembukuan ada di Laura dan Randha. Dia menuduh Laura dan Randha telah menghilangkan bukti-bukti pengeluaran keuangan. saat itu hampir terjadi kericuhan di rumah Angie. namun, saya cepat-cepat melerainya dan mengajak semuanya pulang.

Akhirnya, hari-hari berikutnya teman-teman sepakat melaporkan Angie ke polisi disertai bukti-bukti dan saksi-saksi. Akibatnya, bulan berikutnya Angie diajukan ke pengadilan. Setelah dua tiga kali sidang, akhirnya Angipun harus segera masuk lembaga pemasyarakatan selama  tiga bulan.

“Oh, Angie…” saya Cuma bisa mengeluh sambil garuk-garuk kepala yang tidak gatal. Betul-betul saya tak pernah menyangka, cewek secantik Angie ternyata berbakat menjadi seorang koruptor. Betapa malunya saya punya pacar seperti itu.

Sesudah saya tukar pikiran dengan teman-teman sekampus, akhirnya saya mengambil keputusan untuk memutus hubungan saya dengan Angie. Apa boleh buat.

Hariyanto Imadha
Penulis cerpen
Sejak 1973