CERPEN: Doa Seorang Pengemis Tua

SEPERTI biasa, untuk menuju WTC Mall saya pasti menggunakan fasilitas jembatan penyeberangan umum (JPU) di depan mal tersebut. Seperti biasa pula saya selalu melihat ada pengemis laki-laki dan tua duduk bersimpuh sambil menadahkan topinya menunggu ada orang memasukkan uang ke topinya.

Jarak saya dengan pengemis tua itu masih sekitar sepuluh meter. Saya buka dompet saya mencari pecahan Rp 500. Ternyata tidak ada. Adanya pecahan Rp 1.000. Sambil salan uang itu saya masukkan ke topi pengemis itu. Ternyata dia tahu nilai uang yang saya masukkan.

“Alhamdullillah! Semoga orang yang memberikan uang ini rezekinya dilancarkan Allah swt.” Ujar pengemis itu yang kemudian dia membacakan sebuah ayat Al Qur’an. Saya berhenti sejenak. Baru sekali ini saya melihat ada seorang pengemis seperti itu. Saya terharu. Saya kembali mendekati pengemis itu dan memasukkan satu lembar pecahan Rp 5.000.

“Oh, Tuhan. Ternyata masih ada orang yang peduli dengan nasib orang miskin.Terima kasih, Mas” Ujar pengemis tua itu. Diapun lagi-lagi mendoakan semoga saya sukses.

Setelah itu sayapun menuju ke WTC Mall. Namun pikiran saya masih terpusat ke pengemis tua itu. Kenapa, Indonesia sudah 64 tahun merdeka kok masih ada pengemis? Kalau di katakan angka kemiskinan turun, kenapa jumlah pengemis di Jakarta justru bertambah?

Kalau dikatakan perekonomian Indonesia baik, kenapa tak ada pengaruhnya terhadap kehidupan para pengemis? Kalau pemerintah memberikan pelayanan yang baik terhadap kapitalis-kapitalis asing untuk mendirikan berbagai macam perusahaan di Indonesia, kenapa tak ada dampaknya terhadap para pengemis? Kenapa semua kebijakan-kebijakan ekonomi tak pernah mampu menghilangkan pengemis? Justru, tiap tahun jumlah pengemis di Indonesia bertambah.

Paling tidak, seminggu sekali saya ke WTC Mall dan melewati JPU itu. Dan pengemis tua itu tetap ada di situ. Bahkan tanpa terasa, dua tahun sudah saya melewati JPU itu, namun pengemis tua itu tetap jadi pengemis tua.

Benarkah para pengemis tua itu adalah orang-orang yang malas bekerja? Karena saya penasaran, suatu saat saya menyempatkan diri berbincang-bincang dengan pengemis tua itu. Untung JPU itu beratap, sehingga tidak terasa panas.

“Maaf,Pak. Kenapa bapak kok tidak bekerja saja?” saya mulai pembicaraan. Ternyata pengemis tua itu cukup tanggap dan cukup komunikatif.

“Bekerja? Saya sudah mencari kerja di mana-mana. Melamara jadi tukang sampah, ditolak. Ingin jadi tukang kebun, ditolak. Sudah ratusan kali saya cari kerja, Mas,tetapi ditolak. Padahal saya harus makan”

“Memangnya bapak dari desa mana?”

“Dari Karawang”

“Tidak punya sawah,Pak?”

“Tidak.Rumahpun cuma gubug reyot. Cari kerja sulit.Apalagi saya ini orang bodoh.Tidak pernah sekolah.Tidak bisa baca tulis.Tidak punya keahlian”

“Pernah kena razia?”

“Pernah. Tapi tidak ada manfaatnya. Saya Cuma dapat ceramah-ceramah saja”

“Lantas apa yang bapak ingin kepada pemerintah?”

“Saya maunya pemerintah memberikan modal keterampilan bagi orang miskin supaya bisa hidup mandiri”

“Misalnya apa,Pak”

“Misalnya, ketrampilan menyablon, menjahit, servis sepeda atau sepeda motor dan ketrampilan lain yang benar-benar bisa menghasilkan uang”

“Pemilu kemarin ikut,Pak?

“Ha ha ha…saya tidak punya KTP dan tidak terdaftar di DPT. Orang miskin disuruh mengurus KTP yang biayanya mahal itu, ya nggak mungkin. Seharusnya pemerintah mengeluarkan kebijakan KTP gratis bagi warga miskin seperti saya ini”

Cukup banyak yang saya tanyakan. Jawaban pengemis tua itu memang ada benarnya. Seharusnya pemerintah lebih peka terhadap mereka. Seharusnya ada anggaran di APBN untuk memberikan keterampilan kepada masyarakat miskin pada umumnya dan kepada para pengemis pada khususnya. Selama iuni yang dilakukan pemda yaitu, merazia para pengemis, kemudian diberi ceramah. Kemudian dibuang ke daerah atau kota lain.

Saya berdiri. Kemudian saya masukkan selembar pecahan Rp 100.000 di topinya. Kemudian melanjtkan perjalanan ke WTC Mall.

“Alhamdulillah. Semoga rezeki sampeyan lancar”. Ujar pengemis itu kemudian dilanjutkan dengan membaca ayat-ayat Al Qur’an.

Sumber foto: kaskus.us

 

Hariyanto Imadha

Facebooker/Blogger